. Filosofi Lisan | Ingin Berbagi

Minggu, 22 Juli 2012

Filosofi Lisan



  • Lisan orang mukmin bermula dari belakang hatinya, sedangkan hati orang munafik bemula dari belakang lisannya.
  • Tidaklah lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya dan tidak akan lurus hatinya sehingga lurus lisannya.
  • Demi Allah, tidaklah aku melihat seorang hamba bertaqwa dengan taqwa yang membawa manfaat baginya sehingga dia menyimpan lisannya.
  • Sesungguhnya lisan ini senantiasa tidak mematuhi pemiliknya.
  • Berbicaralah, niscaya kalian akan dikenal karena sesungguhnya seseorang tersembunyi di bawah lisannya.
  • Ketenangan seseorang terdapat dalam pemeliharaannya terhadap lisannya.
  • Lisanmu menuntutmu apa yang telah engkau biasakan padanya.
  • Lisan laksana binatang buas, yang jika dilepaskan, niscaya ia akan menggigit.
  • Jika lisan adalah alat untuk mengekspresikan apa yang muncul dalam pikiran, maka sudah seyogyanya engkau tidak menggunakan­nya dalam hal yang tidak ada dalam pikiran itu.
  • Perkataan tetap berada dalam belenggumu selama engkau belum mengucapkannya. Jika engkau telah mengucapkan perkataan itu, maka engkaulah yang terbelenggu olehnya. Oleh karena itu, simpanlah lisanmu, sebagaimana engkau menyimpan emasmu dan perakmu. Ada kalanya perkataan itu mengandung kenikmatan, te­tapi ia membawa kepada bencana.
  • Sedikit sekali lisan berlaku adil kepadamu, baik dalam hal menyebarkan keburukan maupun kebaikan.
  • Timbanglah perkataanmu dengan perbuatanmu, dan sedikitkanlah ia dalam berbicara kecuali dalam kebaikan.
  • Sesungguhnya ada kalanya diam lebih kuat daripada jawaban.
  • Jika akal telah mencapai kesempurnaan, maka akan berkuranglah pembicaraannya.
  • Apa yang terlewat darimu karena diammu lebih mudah bagimu untuk mendapatkannya daripada yang terlewat  darimu karena per­kataanmu.
  • Sebaik-baik perkataan seseorang adalah apa yang perbuatannya membuktikannya.
  • Jika ringkas (dalam perkataan) sudah mencukupi, maka memper­banyak (perkataan) menunjukkan ketidakmampuan mengutarakan sesuatu. Dan jika ringkas itu dirasa kurang, maka memperbanyak (perkataan) wajib dilakukan.
  • Barangsiapa yang banyak bicaranya, maka banyak pula kesalahan­nya; barangsiapa yang banyak kesalahannya, maka sedikit malu­nya; barangsiapa yang sedikit malunya, maka sedikit wara’nya‘ (kehati-hatian dalam beragama); barangsiapa yang sedikit wara’nya, maka mati hatinya;  dan barangsiapa yang mati hatinya, maka dia akan masuk neraka.
(Sayyidina Ali KW.)

Sumber : Majalah Cahaya SUFI

Tidak ada komentar: